HARAMNYA RIBA
Muqaddimah
Muamalah
Maliyah adalah medan hidup yang sudah tersentuh oleh tangan-tangan manusia
sejak jaman klasik, bahkan jaman purbakala. Setiap orang membutuhkan harta yang
ada di tangan orang lain. Hal ini membuat manusia berusaha membuat beragam cara
pertukaran, bermula dengan kebiasaan melakukan tukar menukar barang yang disebut
barter, berkembang menjadi sebuah sistem jual beli yang kompleks dan
multidimensional.
Bagaimana
tidak, karena semua pihak yang terlibat berasal dari latar belakang yang
berbeda-beda, dengan karakter dan pola pemikiran yang bermacam-macam, dengan
tingkat pendidikan dan pemahaman yang tidak sama. Baik itu pihak pembeli atau
penyewa, penjual atau pemberi sewaan, yang berhutang dan berpiutang, pemberi
hadiah atau yang diberi, saksi, sekretaris atau juru tulis, hingga calo atau
broker, kesemuanya adalah majemuk dari berbagai kalangan dengan berbagai latar
belakang sosial dan pendidikannya yang variatif. Selain itu, transaksi muamalah
maliyah juga semakin berkembang sesuai dengan tuntutan jaman. Sarana atau media
dan fasilitator dalam melakukan transaksi juga kian hari kian canggih.
Sementara komoditi yang diikat dalam satu transaksi juga semakin
bercorak-ragam, mengikuti kebutuhan umat manusia yang semakin konsumtif dan
semakin terikat tuntutan jaman yang juga kian berkembang.
Oleh
sebab itu, muamalah maliyah yang sangat erat dengan perekonomian islam ini akan
tampak urgensinya bila kita melihat salah satu bagiannya yaitu dunia bisnis
perniagaan dan khususnya level menengah ke atas. Seorang yang memasuki dunia
perbisnisan ini membutuhkan kepekaan yang tinggi, feeling yang kuat dan
keterampilan yang matang serta pengetahuan yang komplit terhadap berbagai
epistimologi terkait, seperti ilmu manajemen, akuntansi, perdagangan, bahkan
perbankan dan sejenisnya. Atau berbagai ilmu yang secara tidak langsung juga
dibutuhkan dalam dunia perniagaan modern, seperti komunikasi, informatika,
operasi komputer, dan lain-lain. Itu dalam standar kebutuhan businessman (orang
yang berwirausaha) secara umum.
Bagi
seorang muslim, dibutuhkan syarat dan prasyaratan lebih untuk menjadi bisnisman
dan pengelola modal yang berhasil. Karena seorang muslim selalu terikat –selain
dengan kode etik ilmu perdagangan secara umum– dengan aturan dan syariat Islam
dengan hukum-hukumnya yang komprehensif. Oleh sebab itu, tidak selayaknya
seorang muslim memasuki dunia bisnis dengan pengetahuan kosong terhadap ajaran
syariat, dalam soal jual beli misalnya. Karena yang demikian itu merupakan
sasaran empuk ambisi syetan pada diri manusia untuk menjerumuskan seorang
muslim dalam kehinaan.
Di
antara permasalahan yang sering terjadi dan menimpa kaum muslimin dalam
muamalah maliyah adalah permasalahan Riba. Sehingga sudah menjadi kewajiban
orang yang masuk dalam muamalah ini untuk mengetahui permasalahan ini dengan
baik dan jelas.
Pengharaman Riba
Diharamkannya
riba berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasul serta ijma’ para ulama. Bahkan
bisa dikatakan keharamannya sudah menjadi aksioma dalam ajaran Islam ini.
Dalil-dalil yang Mengharamkan Riba dari Al-Qur’an
Al-Qur’an
telah membicarakan riba dalam empat tempat terpisah; salah satunya adalah Ayat
Makkiyyah, sementara tiga lainnya adalah Ayat-ayat Madaniyyah.
Dalam
surat Ar-Ruum Allah ta’ala berfirman:
وَمَا
آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلا يَرْبُو عِنْدَ
اللَّهِ وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ
الْمُضْعِفُون
“Dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia
bertambah pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan
apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan
Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan
(pahalanya).” (QS. Ar-Ruum: 39)
Ayat
tersebut tidak mengandung ketetapan hukum pasti tentang haramnya riba. Karena
kala riba memang belum diharamkan. Riba baru diharamkan di masa Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam di kota Al-Madinah. Hanya saja ini mempersiapkan jiwa
kaum muslimin agar mampu menerima hukum haramnya riba yang terlanjur membudaya
kala itu.
Dalam
surat An-Nisaa, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
فَبِظُلْمٍ
مِنَ الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ
وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ كَثِيرًا – وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ
نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَأَعْتَدْنَا
لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا
“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan
atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) Dihalalkan bagi mereka,
dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Dan disebabkan
mereka memakan riba, Padahal Sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya,
dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah
menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang
pedih.” (QS. An-Nisaa’: 160-161)
Ayat
di atas menjelaskan diharamkannya riba terhadap orang-orang Yahudi. Ini
merupakan pendahuluan yang amat gamblang, untuk kemudian baru diharamkan
terhadap kalangan kaum muslimin. Ayat tersebut turun di kota Al-Madinah sebelum
orang-orang Yahudi menjelaskannya.
Dalam
surat Ali Imran Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً
وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba
dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan.” (QS. Ali Imraan: 130)
Baru
kemudian turun beberapa ayat pada akhir surat Al-Baqarah, yaitu:
الَّذِينَ
يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ
الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ
الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ
مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ
وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
(٢٧٥)يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللَّهُ لا يُحِبُّ
كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ (٢٧٦)إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ
وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ (٢٧٧)يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ
مُؤْمِنِينَ (٢٧٨)فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ
وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا
تُظْلَمُونَ (٢٧٩)
“Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka
berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang
telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil
riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di
dalamnya. Allah memusnahkan Riba dan menyuburkan sedekah. dan Allah tidak
menyukai Setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan
shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak
mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan
Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba),
Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS. Al-Baqarah: 275-279)
Ayat-ayat
ini adalah ayat-ayat tentang riba yang terakhir diturunkan dalam Al-Qur’an
Al-Karim.
Dalil-dalil yang Mengharamkan Riba dari As-Sunnah
Diriwayatkan
oleh Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Abu Hurairah bahwa Nabi Shallallahu
‘alahi wa sallam bersabda:
{
اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ
قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ
اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ
وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ
الْغَافِلَاتِ }
“Hindarilah
tujuh hal yang membinasakan.” Ada yang bertanya: “Apakah tujuh hal itu wahai
Rasulullah?” Beliau menjawab: “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa dengan
cara yang haram, memakan riba, memakan harta anak yatim, kabur dari medan
perang, menuduh berzina wanita suci yang sudah menikah karena kelengahan
mereka. “
Diriwayatkan
oleh imam Muslim dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu bahwa ia
menceritakan:
لَعَنَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ
وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ
“Rasulullah
melaknat pemakan riba, orang yang memberi makan dengan riba, juru tulis
transaksi riba, dua orang saksinya, semuanya sama saja.”
Diriwayatkan
oleh imam Al-Bukhari dari Samurah bin Jundub radhiyallahu ‘anhu bahwa ia
menceritakan: Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
{
رَأَيْتُ اللَّيْلَةَ رَجُلَيْنِ أَتَيَانِي فَأَخْرَجَانِي إِلَى أَرْضٍ
مُقَدَّسَةٍ فَانْطَلَقْنَا حَتَّى أَتَيْنَا عَلَى نَهَرٍ مِنْ دَمٍ فِيهِ رَجُلٌ
قَائِمٌ وَعَلَى وَسَطِ النَّهَرِ رَجُلٌ بَيْنَ يَدَيْهِ حِجَارَةٌ فَأَقْبَلَ
الرَّجُلُ الَّذِي فِي النَّهَرِ فَإِذَا أَرَادَ الرَّجُلُ أَنْ يَخْرُجَ رَمَى
الرَّجُلُ بِحَجَرٍ فِي فِيهِ فَرَدَّهُ حَيْثُ كَانَ فَجَعَلَ كُلَّمَا جَاءَ
لِيَخْرُجَ رَمَى فِي فِيهِ بِحَجَرٍ فَيَرْجِعُ كَمَا كَانَ فَقُلْتُ مَا هَذَا
فَقَالَ الَّذِي رَأَيْتَهُ فِي النَّهَرِ آكِلُ الرِّبَا }
“Tadi
malam aku melihat dua orang lelaki, lalu keduanya mengajakku pergi ke sebuah
tanah yang disucikan. Kamipun berangkat sehingga sampai ke satu sungai yang
berair darah. Di situ terdapat seorang lelaki sedang berdiri. Di tengah sungai
terdapat seorang lelaki lain yang menaruh batu di hadapannya. Ia menghadap ke
arah lelaki yang ada di sungai. Kalau lelaki di sungai itu mau keluar, ia melemparnya
dengan batu sehingga terpaksa lelaki itu kembali ke dalam sungai darah.
Demikianlah seterusnya setiap kali lelaki itu hendak keluar, lelaki yang di
pinggir sungai melempar batu ke mulutnya sehingga ia terpaksa kembali lagi
seperti semula. Aku bertanya: “Apa ini?” Salah seorang lelaki yang bersamaku
menjawab: “Yang engkau lihat dalam sungai darah itu adalah pemakan riba.”
Ijma’ yang Mengharamkan Riba
Kaum
muslimin seluruhnya telah bersepakat bahwa asal dari riba adalah diharamkan,
terutama sekali riba pinjaman atau hutang. Bahkan mereka telah berkonsensus
dalam hal itu pada setiap masa dan tempat. Para ulama Ahli Fikih seluruh
madzhab telah menukil ijma’ tersebut. Memang ada perbedaan pendapat tentang
sebagian bentuk aplikasinya, apakah termasuk riba atau tidak dari segi
praktisnya, namun tidak bertentangan dengan asal ijma’ yang telah diputuskan
dalam persoalan itu.
Ijma’
akan pengharamannya dinukilkan Ibnu Hazm dalam Maratib Al Ijma’ hal 103,
Ibnu Rusyd dalam Al Muqaddimah wal Mumahadah 2/8, Al Mawardi dalam Al
Haawi Al Kabir 5/74, An Nawawi dalam Al Majmu’ Syarhul Muhadzab
9/391, dan Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al fatawa 29/419.
Pengharaman
Riba tidak terbatas hanya pada syari’at islam bahkan juga ada dalam syari’at
agama sebelumnya.
Balasan Pemakan Riba
Imam
Al Sarkhosi menyampaikan 5 balasan dan hukuman bagi pemakan riba yang ada dalam
ayat-ayat ini (Al Baqarah: 275-279) yaitu:
1. Kesurupan,
seperti dalam firman Allah ta’ala:
الَّذِينَ
يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ
الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ
الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ
مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ
وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka
berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang
telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil
riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di
dalamnya.” (QS. Al Baqarah: 275)
2. Dihapus
(Barokahnya), seperti dalam firman-Nya ‘Azza wa Jalla:
يَمْحَقُ
اللَّهُ الرِّبَا
“Allah
memusnahkan Riba…”(QS. Al Baqarah: 276)
3. Kufur,
bagi yang menghalalkannya. dijelaskan dalam firman-Nya Subhanahu wa ta’ala:
يَمْحَقُ
اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللَّهُ لا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ
أَثِيم
“Allah memusnahkan Riba dan menyuburkan sedekah, dan Allah
tidak menyukai Setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat
dosa.”(QS. Al Baqarah: 276)
4.
Kekal di Neraka. Ini ada dalam firman-Nya Subhanahu wa Ta’ala:
وَمَنْ
عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“…orang
yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya.”(QS. Al
Baqarah: 275)
5. Allah
Ta’ala memerangi pemakan riba. Seperti dalam firman-Nya ‘Azza wa
Jalla:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا
إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (٢٧٨)فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ
اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا
تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah,
bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari
pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak
(pula) dianiaya.” (QS. Al Baqarah: 278-279)
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar